PALU – Bersama Badan PBB untuk Pembangunan (UNDP), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Relawan untuk Orang dan Alam (ROA) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) kembali memberdayakan 640 penyintas bencana di Sigi dan Donggala melalui program padat karya atau Bantuan Non Tunai (BNT).
Sebelumnya di tahap pertama pada November 2018, bersama UNDP, ROA Sulteng telah memberdayakan 100 penyintas bencana di desa Lolu, kecamatan Sigi Biromaru, kabupaten Sigi.
Tahap II, program yang sama akan dilaksanakan di lima Desa yakni Lolu, Soulowe, Karawana, Tanjung Padang dan Tompe dengan melibatkan 640 orang.
Penanggungjawab program, Mochamad Subarkah mengatakan, pada November 2018 ROA Sulteng selaku mitra UNDP telah melaksanakan program padat karya di desa Lolu, Kabupaten Sigi dengan melibatkan 100 orang yang semuanya merupakan korban bencana di Lolu.
Selama 25 hari kerja kata Subarkah, 100 pekerja telah melakukan pembersihan dan merobohkan bangunan rumah yang rusak dengan total rumah yang dikerjakan sebanyak 136 unit. Sementara total penerima manfaat dari rumah yang dibersihkan sebanyak 519 jiwa.
Subarkah yang akrab disapa Abal menjelaskan bahwa prinsip dasar kegiatan BNT padat karya berpusat pada penyintas , inklusif dan mendorong kesetaraan gender. Selain itu, program ini juga untuk memberdayakan para korban bencana yang kehilangan mata pencaharian pasca bencana sehingga mereka bisa kembali bekerja dan mendapatkan penghasilan yang layak.
“Namun perlu diketahui bahwa program ini tetap mendorong penguatan kearifan lokal yakni sikap kegotongroyongan yang secara turun temurun telah diterapkan sejak nenek moyang terdahulu,” ujarnya.
Program padat karya tahap II ini lanjut Abal mulai dilaksanakan pada januari 2019, dimana para penerima manfaat akan bekerja untuk mengelola puing dan sampah pasca bencana yang terjadi pada September 2018 lalu.
Para penerima manfaat padat karya kata Abal akan melakukan pembersihan dan pendauran ulang puing-puing setelah bencana, dimana kegiatan ini merupakan upaya untuk mendukung pemerintah dan masyarakat dalam membuat perencanaan.
Menurut Abal, pembuangan dan pendauran ulang puing-puing harus dilakukan karena bisa membahayakan jiwa penyintas, menghalangi pelayanan publik, dan berdampak buruk bagi kesehatan umum.
Tahap pertama program padat karya melibatkan 300 orang di desa Lolu, desa Jono Oge dan desa Mpanau di Kabupaten Sigi. Program ini bermitra dengan LSM ROA, Perkumpulan Inovasi Komunitas (Imunitas) dan Yayasan Mitra Karya Membangun (YMKM). Program Padat Karya akan memperkerjakan 3500 orang – 40 persen diantaranya adalah perempuan – sampai akhir Januari.
“Membersihkan puing-puing di daerah yang terkena bencana merupakan prioritas untuk memulihkan akses ke infrastruktur utama. UNDP menanggapi prioritas ini melalui uang tunai untuk bekerja, yang menyediakan sumber penghasilan yang sangat dibutuhkan bagi ratusan orang yang kehilangan mata pencaharian karena bencana,” ujar Direktur UNDP Indonesia, Christophe Bahuet.
Program ini merupakan bagian dari program bantuan cepat bagi bencana dari UNDP sejumlah USD 1.4 juta untuk membantu upaya pemulihan. Pembiayaan prakarsa ini datang dari UN Central Emergency Response Fund, dan UNDP.***